Publikasi BPTD Kelas II Kalimantan Selatan

Modifikasi Kendaraan Bermotor dan Korelasi Resikonya

17 Nov. 2022, 9.51 | 4117x dilihat

Berita
Blog

Apa yang terlintas di benak kamu ketika mendengar kata modifikasi? Kekinian, canggih, keren, ekspresif, dan lainnya. Namun, tahukah kamu jika ada satu kata yang juga berkaitan dengan modifikasi? Bahaya. Keamanan merupakan hal terpenting dan mendasar yang harus diperhatikan sebelum kita memulai melakukan modifikasi. Pada artikel kali ini kita akan membahas sedikit mengenai modifikasi kendaraan bermotor yang diambil dari berbagai sumber.

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), modifikasi adalah pengubahan. Dari sini, modifikasi dapat diartikan sebagai pengubahan yang dilakukan pada suatu objek dari bentuknya yang semula. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 33 Tahun 2018 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor Ayat 1 Pasal 17, modifikasi kendaraan bermotor adalah perubahan terhadap spesifikasi teknis dimensi, mesin, dan atau kemampuan daya angkut kendaraan bermotor.

Seiring dengan semakin majunya perkembangan teknologi, terjadi perkembangan yang signifikan dalam dunia otomotif. Pada masa lampau, kendaraaan bermotor difungsikan sebagai alat transportasi saja, saat ini manyak di antara mereka yang mulai menciptakan kendaraan sesuai dengan imajinasi dan keinginan, baik dari segi fungsinya maupun dari keindahan atau seni serta sebagai penunjang bagi pemiliknya.

Ketika akan dilakukan modifikasi, hendaknya memperhatikan beberapa aspek yang dapat mempengaruhi dari sisi kenyamanan, keamanan, sekaligus keselamatan berkendara, baik untuk diri sendiri maupun untuk kendaraan lainnya.

Aturan mengenai modifikasi tertuang dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 52 ayat 2, Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud sebelumnya, tidak boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, menghambat arus lalu lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui.

Selain itu, pelaku modifikasi diharuskan untuk mengajukan permohonan kepada menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. Tujuannya adalah supaya kendaraan yang sudah dimodifikasi mendapatkan sertifikat resmi registrasi uji tipe dari Kementrian Perhubungan.

Pihak yang hendak melakukan modifikasi atas kendaraan bermotornya juga diwajibkan untuk memiliki izin atas modifikasinya sebagaimana dalam Undang-undang No.22 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2012. Modifikasi yang dilakukan tanpa memiliki izin dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah), hal ini berdasarkan Pasal 277 UU No.22 Tahun 2009 .

Berikut ini beberapa hal yang harus dipertimbangkan ketika akan melakukan modifikasi.

  1. Roda
    Mengganti ban dan pelek merupakan hal yang lumrah dalam dunia modifikasi otomotif. Akan tetapi jika hal ini dilakukan tanpa memperhatikan ukuran standar dari pabrik maupun hukum yang sudah berlaku, perubahan ukuran yang terlalu ekstrem mampu mengurangi kenyamanan atau bahkan membahayakan keselamatan berkendara. Apabila ingin memodifikasi mobil dengan menggunakan pelek lain, sebaiknya menggunakan pelek yang direkomendasikan pabrikan sehingga mobil tetap bisa digunakan dengan baik.
  2. Under steel
    Menaikkan ground clearance biasanya dilakukan oleh orang-orang dengan kegemaran off road. Modifikasi dilakukan dengan mengganti shock breaker yang lebih tinggi. Hal ini biasanya dilakukan agar mobil tampak tinggi dan gagah. Namun, jika modifikasi dilakukan tanpa memperhatikan aturan dimensi dan bobot mobil yang sesuai, maka dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan keseimbangan kendaraan. Hal ini dapat menyebabkan mobil menjadi limbung atau body roll, yang akhirnya membahayakan keselamatan.

Sedangkan menurunkan ground clearance umumnya dilakukan oleh pemilik kendaraan sedan dan city car agar kendaraan beroda empat terlihat bergaya dan dapat menerima daya aerodinamis yang lebih baik. Jika dilihat dari kenyamanan pengendara, ground clearance yang rendah akan membuat pengendara mengalami kesulitan ketika bermanuver atau menghindari lubang di jalan. Tidak jarang pengendara kesulitan untuk melewati polisi tidur dikarenakan mobil terlalu ceper. Hal ini tentu saja akan merugikan bagi penggunanya.

  1. Kaca film
    Modifikasi kaca film biasanya dilakukan pemilik kendaraan untuk menambah estetika mobil. Dalam SK Menteri Perhubungan Nomor KM.439/U/PHB-76 tentang penggunaan kaca pada kendaraan bermotor, diterangkan bahwa kendaraan-kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan kaca depan, kaca belakang, dan atau kaca samping, kaca-kaca tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah pecah, tembus pandangan dari dua arah (sangat bening) dan tidak boleh mengubah serta mengganggu bentuk- bentuk orang atau benda-benda yang terlihat melalui kaca-kaca tersebut.

Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa, diperbolehkan modifikasi menggunakan kaca yang berwarna atau kaca yang berlapis bahan berwarna (film coating) asalkan dapat menembus cahaya dengan persentase tidak kurang dari 70%. Tetapi, untuk kaca utama depan dan juga belakang mempunyai ketentuan sendiri dengan persentase penembusan cahaya tidak boleh lebih dari 40%.
Penggunaaan kaca film yang tidak memperhatikan standar dan aturan dapat mengganggu jarak pandang pengemudi dan berpotensi membahayakan keselamatan berkendara.

  1. Lampu Utama
    Biasanya modifikasi akan dilakukan dengan mengganti warna, watt, atau bahkan jenis lampunya sendiri. Yang paling sering kita temui adalah lampu HID (High Intensity Discharge) yang mempunyai intensitas cahaya sangat terang dan menyilaukan. Penggunaan lampu HID akan mengganggu pengguna lainnya akibat cahaya terang yang dipancarkan oleh lampu tersebut. Ketika hujan, pengguna akan kesulitan melihat jalan, karena biasanya lampu tidak bisa tembus. Regulasi tentang lampu kendaraan diatur lebih jauh oleh Pemerintah yang tertuang dalam PP No.55 Pasal 70, UU Republik Indonesia No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 61 ayat 2 (e).
  2. Klakson
    Klakson sendiri berfungsi sebagai alat komunikasi baik dengan sesama pengguna kendaraan ataupun dengan pengguna jalan lain. Dalam memodifikasi klakson, harus memperhatikan dan memilah mana yang boleh digunakan dan mana yang tidak boleh. Contohnya, tidak diperbolehkan memasang sirine seperti mobil polisi, hal ini karena ini bisa mengganggu kenyamanan pengendara lain.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan pasal 69, kekuatan bunyi klakson berada pada rentang minimal 83 desibel dan maksimal 118 desibel dan harus dapat terdengar dalam jarak 60 meter. Hal ini berarti, penggunaan klakson haruslah dengan bijak dan tidak berlebihan, karena hal ini dapat mengganggu dan menimbulkan polusi udara.

Demikian sedikit pembahasan mengenai peraturan modifikasi kendaraan yang sesuai dengan standar keselamatan yang berlaku. Pada intinya saat kita hendak melakukan modifikasi jangan hanya mengutamakan nilai estetikanya saja, melainkan harus sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak lupa memperhitungkan resiko yang dapat timbul akibat dari modifikasi itu sendiri.

Penulis : Rudi Ismono

https://drive.google.com/drive/folders/1WrtUTAI9pWiPCXhxzzCNztq3ZpR7v-uG?usp=drive_link